IMPLIKATUR
Oleh : Fajri BN
0910722011
Diajukan
untuk melangkapi tugas Pragmatik
Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas
Pendahuluan
Pragmatik adalah studi makna dalam kaitannya dengan
situasi ujaran. Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu
digunakan dalam komunikasi. Pragmatik menjadi studi mengenai makna ujaran dalam
situasi tertentu.
Pragmatik mempelajari maksud ujaran, yaitu untuk apa
ujaran itu dilakukan. Pragmatik mempersoalkan apa yang seseorang maksudkan
dengan suatu tindak tutur dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada
siapa, dimana, kapan, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang
bersifat sentral di dalam pragmatik, tindak tutur merupakan analisis pragmatik.
Dengan demikian pragmatik merupakan telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa
dalam menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks secara tepat.
Pragmatik dan tindak tutur memandang konteks sebagai
pengetahuan bersama antara pembicara dan pendengar dan pengetahuan tersebut
mengarah pada interpretasi suatu tuturan. Artinya, dalam pragmatik digali
hubungannya dengan pemakai bahasa atau penutur atau lebih luas lagi dengan
situasi-situasi ujar. Pengetahuan atau konteks tertentu dapat mengakibatkan
manusia mengidentifikasi jenis-jenis tindak tutur yang berbeda. Pragmatik menjadi penting dalam linguistik. Pragmatik
merupakan satu-satunya tataran dalam linguistik yang mengkaji bahasa dengan
memperhitungkan juga penggunanya.
Pragmatik mempersoalkan makna yang
muncul dari suatu tindak tutur, membaca maksud dari sebuah tuturan terlihat
sederhana, namun juga tidak gampang. Kadang kala informasi yang dituturkan olah
komunikator memiliki maksud terselubung. Oleh karena itu setiap manusia harus
dapat memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya.
Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si
penutur tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut. Kegiatan
semacam ini akan dapat dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik dalam kajian
ilmu pragmatik juga dibahas tentang implikatur. Pragmatik mengkaji kemungkinan
implikatif yang muncul dari tuturan/ujaran. Ada banyak penggunaan bahasa yang
bersifat implikatif seperti iklan, kolom-kolom di surat kabar, Short Message Send, tindak tutur dalam
telepon, bahkan tindak tutur yang terjadi secara langsung antara dua orang atau
lebih. Untuk memahami bentuk-bentuk bahasa yang implikatif perlu adanya
pengajian dan analisis yang mendalam.
Pembahasan
Implikatur merupakan salah satu kajian dalam pragmatik.
Secara sederhana implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat
yang ditimbulkan oleh yang tersurat. Implikatur dimaksudkan sebagai suatu
ujaran yang menyiratkan suatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan.
Menggunakan implikatur dalam percakapan berarti menyatakan sesuatu secara tidak
langsung.
Menurut Wijana (2011:38) proposisi (suatu asumsi yang
dihasilkan penutur) yang diimplikasikan itu disebut implikatur (implicature). Karena implikatur bukan
merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua prosuposisi
itu bukan merupakan konsekuensensi mutlak (necessary consequence). Oktavianus
(2006:90) menjelaskan bahwa implikatur adalah implikasi lain yang dapat
diturunkan dari suatu ujaran. Dengan kata lain, implikatur adalah informasi
implisit yang dapat ditentukan berdasarkan suatu tuturan. Implikatur adalah
maksud, keinginan, atau ungkapan hati yang tersembunyi.
Ujaran yang mengandung implikatur menyiratkan sesuatu
yang berbeda. Konsep tentang implikatur pertama kali dikenalkan oleh H.P. Grice
dalam Oktavianus (2006) untuk memecahkan masalah tentang makna bahasa yang
tidak dapat diselesaikan dengan teori semantik biasa. Suatu konsep yang paling
penting dalam ilmu pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu
cabang ilmu bahasa ialah konsep implikatur percakapan. Konsep implikatur ini
dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang
diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi”. Penggunaan implikatur dalam berbahasa
mempunyai pertimbangan seperti untuk memperhalus tuturan, menjaga etika
kesopanan, menyindir dengan halus (tak langsung), dan menjaga agar tdak
menyinggung perasaan secara langsung.
Ada tiga hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan implikatur, yaitu
1. implikatur bukan merupakan bagian dari tuturan,
2. implikatur bukanlah akibat logis tuturan,
3. sebuah tuturan memungkinkan memiliki lebih dari
satu implikatur, dan itu bergantung pada konteksnya.
Menurut Crystal dalam Oktavianus (2006, 91) Implikatur
secara umum dibagi menjadi dua macam yaitu implikatur non konvensional
(impikatur percakapan) dan implikatur konvensional (non percakapan). Impikatur
percakapan diderifasi berdasarkan maksim percakapan. Sedangkan implikatur non
percakapan diderifasi berdasarkan konvensi-konvensi tertentu. Imlikatur non
percakapan dimarkahi oleh penanda-penanda tertentu seperti karena itu, oh.., Dll.
Berikut contoh–contoh implikatur :
(1) Seorang tamu baru saja masuk ke ruang tamu dan
berkata “udara panas sekali ya…”.
Pernyataan itu mempunyai bermacam-macam makna
yang diimplikasikan, yaitu sebagai berikut
-
meminta
tuan rumah menghidupkan kipas angina atau AC
-
meminta
kepada tuan rumah untuk membuka jendela atau pintu sehingga udara
ruang menjadi sejuk
-
meminta
kepada tuan rumah untuk berbicara di teras rumah saja
-
meminta
kepada tuan rumah untuk menyediakan air es atau air dingin
-
meminta
kepada tuan rumah untuk mematikan lampu.
(2)
“Suto adalah orang Medan sehingga wataknya keras…”
Implikasi tuturan tersebut adalah bahwa watak keras Suto karena dia
orang Medan. Apabila Suto bukan orang Medan, yang dominan suku Batak. Tentu
saja tuturan tersebut tidak berimplikasi bahwa watak keras Suto karena ia orang
Medan.
(3)
Suatu kesempatan suatu pengurus
Mesjid berkata :
“Pembangunan masjid kita
sampai hari ini sudah mencapai tahap kedua, tepatnya 2 tahun 2 bulan. Namun
sampai saat ini keramik yang sudah kita pesan belum dipasang juga.
Saudara-saudara, lihatlah ke atas, langit-langit masjid ini belum sepenuhnya
selesai. Untuk itu malam yang penuh barokah ini kita bertekat untuk menuntaskan
semuanya. Alhamdulillah bapak Wali Kota kita malam ini juga hadir pada acara kita ini”.
Tuturan tersebut dapat mengandung implikasi agar yang hadir pada
kesempatan itu, khususnya bapak Wali Kota untuk dapat menyumbang dan membantu
pembangunan mesjid yang sedang berlangsung.
(4)
a : Bambang datang
b : Rokoknya disembunyikan
(5)
a : Bambang datang
b : Aku akan pergi dulu
(6)
a : Bambang datang
b : Kamarnya dibersihkan
Jawaban b dalam
(4) mungkin mengimplikasikan bahwa Bambang adalah perokok, tetapi ia tidak
pernah membeli rokok. Merokok kalau ada yang memberi, dan tidak pernah memberi
temannya dan sebagainya. Jawaban b dalam
contoh (5) mungkin mengimplikasikan bahwa b
tidak senang dengan Bambang. Dan jawaban dalam (6) mengimplikasikan bahwa
Bambang adalah seseorang yang bersih. Ia akan marah–marah melihat sesuatu yang
kotor. Penggunaan kata mungkin dalam menafsirkan implikatur yang ditimbulkan
oleh sebuah tuturan tidak terhindarkan sifatnya sehubungan banyaknya
kemungkinan implikasi yang muncul dari sebuah tuturan/ujuran.
(7) A:
Wah, panas sekali, ya, sore ini ! Kamu kok tidak berkeringat, apa nggak kegerahan?
B:
Nggak! Aku sudah mandi tadi.
Atau contoh lain sehubungan dengan implikatur
percakapan. Kalimat Aku sudah mandi tadi
sebagai jawaban suatu dialog. secara literal, memang tidak bersangkut-paut
dengan kalimat yang diucapkan oleh lawan bicaranya sebelumnya, tetapi yang
tersirat pada kalimat jawaban itu menyariatkan bahwa mengamnggap udara memang
panas. Dan mungin saja menyindir oanga yang diajak bicara tersebut.
Implikatur
juga memberikan makna yang berkebalikan
dari bentuk ujarannya. Meski implikatur bentuk mempunyai maknanya berkebalikan
tetapi tidak menimbulkan pertentangan logika.
Seorang ibu melihat anaknya memanjat pohon, kemudian mengatakan kepada anaknya :
Seorang ibu melihat anaknya memanjat pohon, kemudian mengatakan kepada anaknya :
(8) “Ayo,
naik lebih tinggi lagi. Ayo, naik sampai puncak, ayo teruskan...”
Ujaran tersebut tidak dimaksudkan untuk
menyuruh anaknya agar memanjat lebih tinggi lagi, tetapi sebaliknya `menyuruh
anaknya turun, karena memanjat pohon itu berbahaya, dapat berakibat jatuh dari
pohon`, dan seterusnya.
(9). Dia memiliki banyak
relasi. Karena itu ia dapat pekerjaan dengan mudah.
Contoh di atas merupakan salah satu contoh dari implikaut non
pecakapan. Kalimat tersebut dimarkahi oleh karean itu. Dalam kalimat tersebut
tidak terjadi percakapan tetapi adanya permarkah akrean itu dapat
mengimplikasikan bahwa relasi membaut dia mendapat pekerjaan dengan mudah.
Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus
mempunyai pengalaman yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan
terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya.
Dalam hubungan timbal balik di konteks budaya kita, penggunaan implikatur
terasa lebih sopan, misalnya untuk tindak tutur menolak, meminta, memberi
nasihat, menegur dan lain-lain. Tindak tutur yang melibatkan emosi mitra tutur
pada umumnya lebih diterima jika disampaikan dengan implikatur.
Kemampuan untuk memahami implikatur dalam sebuah tuturan
tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur
tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik
seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu
menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan
mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam
bahasanya.
Simpulan
Implikatur mengungkap makna tidak langsung atau makna
tersirat yang ditimbulkan oleh yang tersurat (esksplikatur). Implikatur ada untuk menjelaskan makna bahasa yang tidak dapat
diselesaikan oleh teori semantik. Implikatur dapat memberikan penjelasan
fungsional atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori
linguistik (struktural). Implikatur memberikan penjelasan eksplisit adanya
perbedaan antara apa yang diucapkan secara lahiriah dengan apa yang dimaksudkan
oleh suatu ujaran dan pemakai bahasa pun memahaminya. Implikatur dapat
menerangkan berbagai macam gejala kebahasaan yang secara lahiriah tampak tidak
berkaitan atau bahkan berlawanan, tetapi ternyata berhubungan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewa Putu Wijana, I. 1996. Dasar–Dasar Pragmatik. Yogyakarta : Andi
Yogyakarta.
Oktvianus.
2006. Analisis Wacana, Lintas Bahasa. Padang:Andalas
University Press.
.
terima kasih kakak, sangat membantu
BalasHapus